Medan,LasserNews.com - Kepala Kepolisian Republik Indonesian Jenderal Badrodin Haiti mengatakan, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) bisa saja diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dan pencucian uang dalam penjualan kondensat bagian negara yang melibatkan SKK Migas dan PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI).
"Secara prinsip, semua yang ada di fakta hukum perlu diklarifikasi. Kalau signifikan untuk menguatkan kasus tindak pidana yang ditersangkakan, pasti dilakukan pemeriksaan," kata Badrodin di Mabes Polri, Jakarta, Rabu.
Dua hari lalu, Senin (8/6/2015), penyidik Polri telah memeriksa mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai saksi dalam kasus tersebut.
Dalam kasus kondensat, TPPI diketahui telah melanggar kebijakan Wapres (saat itu) Jusuf Kalla.
Sesuai kebijakan Wapres, penunjukan TPPI sebagai pelaksana penjualan kondensat bagian negara diberikan dengan syarat hasil olahan kondensat dijual kepada PT Pertamina. Namun TPPI malah menjual kondensat ke pihak lain, baik perusahaan lokal maupun asing.
Kasus ini bermula dari penunjukan langsung BP Migas terhadap PT TPPI pada Oktober 2008 terkait penjualan kondensat untuk kurun waktu 2009-2010. Sementara perjanjian kontrak kerja sama kedua lembaga dilakukan Maret 2009.
Penunjukan langsung ini menyalahi peraturan BP Migas Nomor KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.
Para tersangka yang terlibat dalam kasus ini telah melanggar ketentuan Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan atau Pasal 3 dan Pasal 6 UU Nomor 15 Tahun 2002 Tentang TPPU sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003, dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.
Dalam kasus ini, negara diperkirakan merugi Rp2 triliun. (Red)
"Secara prinsip, semua yang ada di fakta hukum perlu diklarifikasi. Kalau signifikan untuk menguatkan kasus tindak pidana yang ditersangkakan, pasti dilakukan pemeriksaan," kata Badrodin di Mabes Polri, Jakarta, Rabu.
Dua hari lalu, Senin (8/6/2015), penyidik Polri telah memeriksa mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai saksi dalam kasus tersebut.
Dalam kasus kondensat, TPPI diketahui telah melanggar kebijakan Wapres (saat itu) Jusuf Kalla.
Sesuai kebijakan Wapres, penunjukan TPPI sebagai pelaksana penjualan kondensat bagian negara diberikan dengan syarat hasil olahan kondensat dijual kepada PT Pertamina. Namun TPPI malah menjual kondensat ke pihak lain, baik perusahaan lokal maupun asing.
Kasus ini bermula dari penunjukan langsung BP Migas terhadap PT TPPI pada Oktober 2008 terkait penjualan kondensat untuk kurun waktu 2009-2010. Sementara perjanjian kontrak kerja sama kedua lembaga dilakukan Maret 2009.
Penunjukan langsung ini menyalahi peraturan BP Migas Nomor KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.
Para tersangka yang terlibat dalam kasus ini telah melanggar ketentuan Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan atau Pasal 3 dan Pasal 6 UU Nomor 15 Tahun 2002 Tentang TPPU sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003, dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.
Dalam kasus ini, negara diperkirakan merugi Rp2 triliun. (Red)
Posting Komentar