Gugat ke MK, Tim Hukum HAS Minta Keputusan KPU Malut Dibatalkan


SWARAHUKUM.COM-Jakarta, Tim kuasa hukum pasangan calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut 1 Husain Alting Sjah–Asrul Rasyid (HAS), Junaidi Umar, menyatakan pihaknya secara resmi mengajukan gugatan sengketa Pilkada Maluku Utara (Malut) 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang beralamat di Jalan Merdeka Barat, Jakarta, pada Rabu (11/12/2024).


Dalam keterangannya, Junaidi Umar menyampaikan bahwa berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK)  Nomor 3 Tahun 2024, memberikan jangka waktu pengajuan permohonan selama 3 hari kerja sejak Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Maluku Utara mengumumkan penetapan hasil perolehan suara. 

 

"Kami atas nama tim kuasa hukum HAS mengajukan permohonan perselisihan ke MK itu atas dasar karena diduga terjadi banyak pelanggaran yang dilakukan oleh paslon nomor urut 4 Sherly Tjoanda–Sarbin Sehe,” ujar Junaidi saat ditemui awak media, Kamis (12/12/2024). 

 

Permohonan gugatan ini, kata dia, diajukan untuk menggugat Keputusan KPU Provinsi Maluku Utara Nomor 67 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara 2024, yang dikeluarkan pada 8 Desember 2024. 

 

"Dasar utama permohonan ini adalah adanya berbagai pelanggaran yang meliputi aspek administratif, etik, hingga pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM), serta perselisihan hasil suara pada Pilgub Malut 2024," jelas dia.

 

Menurut Junaidi bahwa beberapa tahapan pelaksanaan Pilkada Malut itu berjalan tidak sesuai dengan prosedur, sehingga mencederai asas-asas Pilkada dan memperburuk citra demokrasi yang konstitusional. 

 

Lebih lanjut, Junaidi menjabarkan bahwa dugaan pelanggaran yang pertama adalah terkait dengan pemeriksaan kesehatan paslon nomor urut 4 yang dianggap inprosedural. Dimana pada saat itu, Sherly Tjoanda sakit akibat kecelakaan speedboat di Pulau Taliabu.

 

Selain itu, tambah dia, terdapat juga indikasi keterlibatan Termohon (KPU) dalam penggelembungan suara di sekitar 510 TPS, yang dilakukan secara masif. 

 

Berikutnya adalah ditemukan pula adanya pemilih dari luar Maluku Utara, yang berasal dari sekitar 15 daerah berbeda, ikut memberikan suara di wilayah Maluku Utara. 

 

Tak hanya itu, sambung dia, ada dugaan bahwa keterlibatan Penjabat Sekda Maluku Utara Abubakar Abdullah, serta pihak Kementerian Agama dan Dinas Pendidikan, yang diduga secara sengaja mengarahkan para PNS untuk memilih pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara nomor urut 4, Sherly Tjoanda–Sarbin Sehe. 

 

“Dalam proses advokasi dan kajian kami, ditemukan berbagai pelanggaran yang signifikan," ungkap Junaidi. 

 

Oleh karena itu, pihaknya berharap Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan terakhir, dapat menguji keabsahan keputusan KPU Provinsi Malut, memastikan prosedur pelaksanaan tahapan Pilkada telah sesuai aturan, serta menggali keadilan substansial dan prosedural dalam perkara tersebut.


“Dalam petitum permohonan kami meminta agar Mahkamah Konstitusi memberikan putusan yang amarnya membatalkan Keputusan KPU Provinsi Maluku Utara Nomor 67 Tahun 2024 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Tahun 2024, mendiskualifikasi pasangan cagub dan cawabub Malut nomor urut 4, serta memerintahkan kepada KPU Provinsi Maluku Utara untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada beberapa TPS yang ada di kabupaten tertentu,” pinta Junaidi. 

 

Sebelumnya, KPU Provinsi Maluku Utara menetapkan pasangan Sherly Tjoanda–Sarbin Sehe sebagai peraih suara terbanyak dalam Pilgub Malut 2024. Penetapan itu dilakukan setelah KPU Kabupaten Kepulauan Sula dan KPU Kabupaten Pulau Taliabu menyerahkan hasil rekapitulasi suara tingkat kabupaten kepada KPU Provinsi Maluku Utara.

 

Adapun total Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 942.074 dengan pemilih yang menggunakan hak suara, 709.603 dan pemilih yang tidak menggunakan hak suara 233.011 pemilih. 


Sedangkan tingkat partisipasi pemilih tercatat mencapai 75,27 persen, menunjukkan antusiasme masyarakat dalam menentukan hak pilihnya untuk pemimpin lima tahun ke depan. (EDO)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama